Surat Tagihan Pajak (STP)
Pengertian STP
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-undang.
Penyebab Terbitnya STP
Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Biasanya ketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal 25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25 tiap bulannya Rp1 Juta ternyata Wajib Pajak hanya membayar Rp500 Ribu. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
- dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, fihak fiskus bisa menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung yang tidak akan meimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT Tahunan PPh Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000,-. Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x PKP). Ternyata Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,- (5% x PKP). Atas kekurangan Rp500.000,- fihak Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
- Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat membayar pajak, maka sanksi denda dan/atau bunga nya akan ditagih dengan STP.
- pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.
- Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP PPNnya.
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.
- Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP sesuai Pasal 14 Ayat (5) UU KUP adalah bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
Penomoran STP
Setiap Surat Tagihan Pajak memiliki nomor unik atau disebut nomor kohir. Penomoran STP ini sama persis dengan penomoran SKP dengan format sebagai berikut : AAAAA/BBB/CC/DDD/EE. AAAAA menunjukkan nomor urut dalam lima digit. Misalnya 00202. BBB meunjukkan kode untuk jenis pajak. Misalnya 106 untuk PPh Badan atau 107 untuk PPN. CC menunjukkan tahun pajak. Misal untuk tahun pajak 2007 kodenya adalah 07. DDD adalah kode KPP yang menerbitkan. Misalnya angka 059 menunjukkan KPP PMA Enam. EE menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut. Misalnya jika STP diterbitkan tahun 2008 maka kodenya adalah 08. Nah, apabila semua kode di atas dirangkai maka penomoran STP tersebut adalah 00202/106/07/059/08.
Cara Melunasi STP
Untuk melunasi STP maka Wajib Pajak harus membayarnya di bank-bank yang menerima pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jangan lupa untuk mencantumkan nomor STP dalam SSP tersebut di bagian Nomor Ketetapan. Kelalaian pencantuman nomor STP ini biasanya akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari karena Wajib Pajak akan dianggap belum membayar STP tersebut. Untuk menyelesaikannya biasanya Wajib Pajak harus melalui proses pemindahbukuan yang cukup memakan waktu.
0 komentar:
Posting Komentar